REVIEW : ALONG WITH THE GODS: THE LAST 49 DAYS
“No humans are innately bad, there are only bad circumstances.”
Dirilis di bioskop tanah air pada permulaan tahun ini, Along with the Gods: The Two Worlds yang disadur dari webtoon rekaan Joo Ho-min mampu membuat saya terkesima. Tanpa perlu mengerahkan seluruh tenaga untuk menceramahi penonton disana sini seperti sebagian besar film reliji buatan dalam negeri, The Two Worlds sanggup mendorong saya untuk buru-buru bertobat usai mengikuti perjalanan si protagonis dalam mengikuti persidangan di akhirat yang mengingatkan kita bahwa dosa sekecil apapun nantinya akan dipertanggungjawabkan. Glek! Dalam perjalanan tersebut, Kim Yong-hwa (200 Pounds Beauty, Take Off) selaku sutradara menunjukkan kreativitasnya dalam memvisualisasikan alam baka – terdapat kategorisasi neraka – dan kapabilitasnya dalam mengaduk-aduk emosi melalui narasi sederhana yang memperbincangkan tentang pengorbanan, karma, serta moralitas. Perjalanan ini memang menjumpai akhir bagi protagonis kita yang lantas mendapat label suri tauladan (Paragon) secara resmi, tapi si pembuat film tidak memberhentikan narasi hanya sampai di sana. Lewat babak kedua yang diberi subjudul The Last 49 Days, pengadilan akhirat dialihkan ke karakter si adik protagonis yang menjelma menjadi roh pendendam dan masa lalu dari ketiga malaikat kematian akhirnya dijlentrehkan.
Ya, The Last 49 Days melanjutkan apa yang tertinggal di penghujung durasi film terdahulu. Sekali ini kita diajak mengikuti upaya trio malaikat kematian, atau disebut juga sebagai para pelindung, yang terdiri dari Gang-rim (Ha Jung-woo), Haewonmank (Ju Ji-hoon), dan Lee Deok-choon (Kim Hyang-gi), dalam membuktikan kepada penguasa alam baka, Raja Yeomra (Lee Jung-jae), bahwa kematian Kim Soo-hong (Kim Dong-wook) tidaklah disengaja. Bahkan, Kim Soo-hong layak untuk memperoleh kesempatan bereinkarnasi karena dia tergolong sebagai suri tauladan. Mendengar penjelasan Gang-rim, Yeomra tidak serta merta mengabulkannya. Malah dia mengajukan dua permintaan kepada Gang-rim beserta dua rekannya, yakni mereka harus membuktikan bahwa Kim Soo-hong betul-betul seorang suri tauladan dengan membawanya melintasi empat neraka dan mereka harus mengangkat pelindung baru dari bumi yaitu seorang pria tua, Heo Choon-sam (Nam Il-woo), yang tinggal berdua bersama cucunya yang belum mengenyam bangku pendidikan formal. Berpisah jalan dengan Gang-rim yang memandu Kim Soo hong mengarungi neraka, Haewonmank dan Lee Deok-choon pun turun ke bumi untuk menjemput Heo Choon-sam yang ternyata dilindungi oleh Dewa Penjaga Rumah, Seongju (Ma Dong-seok). Melalui Seongju, Haewonmank dan Lee Deok-choon yang tidak bisa sedikitpun mengingat masa lalu akhirnya mendapati kebenaran memilukan mengenai masa lalu mereka.
Berupaya memenuhi ketetapan tak tertulis mengenai sekuel, Kim Yong-hwa pun menghadirkan The Last 49 Days dalam cakupan skala yang lebih besar dari pendahulunya (sekalipun keduanya digarap di waktu bersamaan). Dengan demikian, antisipasi pemakaian efek khusus yang dieksploitasi habis-habisan untuk memunculkan kesan gigantis dan narasi yang bertumpuk-tumpuk demi menimbulkan kesan kompleks. Itulah mengapa kita akan mendapati sejumlah dinosaurus buas, termasuk Mosasaurus, mengambil peran di sebuah adegan (kurang penting) hanya untuk menunjukkan kecakapan Dexter Studios sebagai salah satu perusahaan penghasil efek khusus terbesar di Asia. Mengagumkan? Bisa dibilang seperti itu, meski saya sendiri lebih berharap si pembuat film mengeksplorasi lebih jauh alam baka yang disajikan dengan visual impresif nan imajinatif di film pertama. Kita memang masih mendapat kesempatan untuk melongok ke neraka kemalasan yang mempunyai roda raksasa penggiling manusia maupun neraka pembunuhan yang memiliki lantai tersembunyi berisi roh meronta-ronta. Akan tetapi, porsi kemunculannya mengalami pengurangan lantaran sekali ini Kim Yong-hwa terlampau memaksakan untuk membagi penceritaan ke dalam tiga cabang yang masing-masing menyoroti tentang pengadilan akhirat untuk Kim Soo-hong, masa lalu ketiga pelindung di era Dinasti Goryeo, dan hari-hari terakhir Heo Choon-sam di bumi sebelum bergabung bersama para dewa.
Disinilah masalah utama dari The Last 49 Days bercokol. Tidak seperti The Two Worlds yang semata-mata menempatkan fokusnya pada pengadilan seorang pemadam kebakaran, Kim Ja-hong (Cha Tae-hyun), ambisi si pembuat film untuk mengekspansi penceritaan ke tiga titik seraya melontarkan komentar-komentar sosial mengenai Korea Selatan di masa kini berdampak pada narasi yang tak semengikat sebelumnya. Kita terlampau sering dilempar-lempar ke tiga narasi berbeda yang perlahan tapi pasti justru membuyarkan atensi. Sedihnya, ketiga cerita yang dikedepankan pun memiliki bobot cengkram di bawah The Two Worlds. Kisah Kim Soo-hong tidak semenarik Kim Ja-hong lantaran sebagian besar misterinya telah tersibak di seri sebelumnya, kisah tiga pelindung terlalu ngoyo dalam menghadirkan twist mendayu-dayu di dalamnya sehingga terasa manipulatif, dan kisah Heo Choon-sam yang sejatinya paling memungkinkan untuk menonjok emosi justru terpinggirkan karena Kim Yong-hwa lebih tertarik untuk bermain-main dengan dua plot lainnya. Kebingungan si pembuat film untuk meletakkan fokusnya di sini, ditambah oleh ketidaksanggupannya membagi tiga linimasa tersebut secara berimbang, akhirnya berdampak pada laju pengisahan yang cenderung terseok-seok. Belum juga film menapaki separuh durasi, diri ini sudah mengalami kelelahan dalam mengikuti narasi yang sok njelimet ini.
Ada beberapa kali saya menengok pergerakan jarum di jam tangan, terutama saat film mengalihkan fokusnya ke dongeng masa lalu para penjaga yang arahnya telah terbaca sedari Seongju mulai bercerita. Kejenuhan dalam mengikuti jalinan pengisahan The Last 49 Days yang asupan humornya juga tidak seberapa lucu ini untungnya dikompensasi oleh pameran efek khususnya yang masih mengundang decak kagum (walau lagi-lagi, kemunculan dinosaurus kurang memiliki alasan kuat) dan performa pemain ansambelnya yang tak mengecewakan. Absennya Cha Tae-hyun yang lihai dalam ngebanyol sekaligus berdrama ria cukup dirasakan di sini (begitu pula Oh Dal-su sebagai penuntut yang keberadaannya terpaksa diganti karena kasus pelecehan seksual), apalagi Kim Dong-wook bukanlah penerus yang sempurna dengan karakteristiknya yang agak sulit untuk diberikan simpati. Tapi kita masih memiliki Ha Jung-woo, Ju Ji-hoon, dan Kim Hyang-gi yang menunjukkan konsistensi dalam menghidupkan peran sebagai trio penjaga dengan masa lalu kelam, serta Ma Dong-seok yang merupakan bintang sesungguhnya di The Last 49 Days. Di tangannya, sosok Seongju terlihat begitu hangat, mengayomi, dan berwibawa sehingga kemunculannya yang merupakan masa-masa terbaik dalam film pun senantiasa dinanti. Pada akhirnya, keempat pelakon ini mampu menjelma menjadi pelindung sesungguhnya bagi The Last 49 Days. Tanpa performa solid mereka, film ini sangat mungkin telah terjerumus ke dalam api neraka.
Info layanan masyarakat : The Last 49 Days memiliki dua adegan bonus di sela-sela bergulirnya end credit.
Acceptable (3/5)
Belum ada Komentar untuk "REVIEW : ALONG WITH THE GODS: THE LAST 49 DAYS"
Posting Komentar