The Raid 2 : Berandal
The Raid 2 : Berandal
--------------------------- Kesuksesan film The Raid : Redemption pada tahun 2012 membuat sang produser untuk membuat seri kelanjutannya. Meniru cara publikasi seri pertamanya dengan mengikuti berbagai ajang festival film di luar negeri namun sayangnya gagal mendapatkan penghargaan. Masih dengan sutradara yang sama dan pemain utama yang sama mencoba menampilkan cerita yang berbeda.
Setelah berhasil selamat dari pertarungan di markas gembong narkoba dalam seri pertama, Rama (Iko Uwais) ditawari Bunawar (Cok Simbara) untuk bergabung dengannya sebagai agen pasukan khusus. Bunawar menginginkan Rama untuk menyusup pada kelompok Bangun (Tio Pakusadewo) agar dapat mengumpulkan bukti-bukti adanya kerjasama antara mereka dan polisi-polisi korup. Sebenarnya Rama menolak karena Bunawar terlihat kejam dengan membunuh Wahyu.
Ketika kakaknya dibunuh oleh Bejo (Alex Abbad) maka Rama terpaksa menerima tawaran itu untuk menyamar masuk ke dalam penjara dengan harapan membalas dendam. Mengapa harus masuk penjara? Karena di dalam penjara ada Ucok (Arifin Putra) yang merupakan anak dari boss mafia Bangun. Bangun menguasai daerah-daerah di Jakarta dan mengenal Bejo sebagai kelompok kecil yang ingin eksis. Rama yang berganti nama menjadi Yuda bertujuan mendekati Ucok agar dapat dekat dengan sang ayah yaitu Bangun. Dengan begitu, dia dapat mencari informasi tentang Bejo yang telah membunuh kakaknya.
Yuda pada awalnya dimusuhi oleh Ucok karena berkelahi dengan anak buahnya. Ucok yang merasa menjadi boss di dalam penjara menawari Yuda untuk menjadi bagian dari kelompoknya tapi dia pura-pura menolaknya. Hingga suatu hari saat kondisi hujan di lapangan tiba-tiba Ucok diserang oleh anak buahnya sendiri. Kesempatan ini digunakan oleh Yuda untuk membantu Ucok. Perkelahian dan tawuran pun terjadi termasuk dengan para sipir di tengah lapangan yang berlumpur.
Dua tahun kemudian, Yuda bebas dari penjara dan dijemput oleh Ucok. Sebagai rasa terima kasihnya, dia dikenalkan dengan ayahnya dan diajak bergabung dengan kelompoknya. Selain kelompok Bangun sebenarnya ada kelompok Jepang yang dipimpin oleh Goto (Ken’ichi Endo) dan mempunyai kekuasaan di beberapa tempat. Mereka selama ini tidak pernah saling mengganggu satu sama lain.
Permasalahan mulai timbul ketika Ucok mulai menggugat ayahnya untuk melakukan regenerasi alias mengalihkan kekuasaannya pada dirinya. Ucok adalah seorang yang ambisius dan terobsesi akan jabatan kepala geng karena merasa dirinya sudah mampu mengemban jabatan itu. Diaturlah kerja sama dengan Bejo untuk mengkhianati sang ayah dengan imbalan Bejo akan mendapat daerah kekuasaan milik kelompok Jepang. Ucok makin bersemangat ketika Bejo memberikan hadiah yaitu ditangkapnya orang yang pernah akan membunuhnya saat di dalam penjara dulu.
Korban konspirasi tersebut yang pertama adalah Prakoso (Yayan Ruhian) yang merupakan sahabat Bangun sejak lama. Prakoso diundang Ucok untuk menemuinya di sebuah club dan saat ditinggal pergi ke toilet tiba-tiba kelompok Bejo datang dan membunuhnya. Korban selanjutnya adalah kelompok Jepang yang berada dalam kereta api dan dibunuh oleh Hammer Girl (Julie Estelle). Tak luput juga dari serangan yaitu Yuda yang berada dalam taxi.
Bangun sadar kalau ada yang mengadu domba antara kelompoknya dan kelompok Goto. Sempat didamaikan oleh seorang Big Boss dan Bangun bersedia untuk memberikan ganti rugi kepada Goto. Sepulangnya dari sana, Bangun menghajar Ucok karena sudah mencurigainya sejak awal. Tiba-tiba muncul Bejo dan kawanannya sehingga Ucok dengan tega membunuh ayahnya sendiri. Eka (Oka Antara) yang merupakan asisten bangun tertembak kakinya dan untunglah Yuda datang dan terjadilah perkelahian namun sayang Yuda kalah dan berhasil ditangkap sedangkan Eka dapat melarikan diri.
Pada saat perjalanan dengan mobil, Eka berusaha menyelamatkan Yuda sehingga terjadi kejar-kejaran mobil dan tembak-menembak. Yuda berhasil diselamatkan sedangkan Eka pergi karena tidak ingin ikut campur lebih lanjut.
Yuda mendatangi markas Bejo dan dihadang oleh Hammer Girl dan Basseball Bat Man namun kemenangan berada di tangan Yuda. Sementara itu di restoran sedang makan malam bersama Ucok, Bejo dan Reza yang merupakan kepala polisi untuk melakukan perundingan. Ucok yang sedang berada di toilet menemukan alat penyadap di dalam dompetnya yang dipasang oleh Yuda. Namun Ucok menganggap bila Bejo yang memasangnya.
Yuda berhasil masuk ke dalam restoran dan terjadi kekacauan. Reza berhasil terbunuh dan Bejo ditembak oleh Ucok sedangkan Yuda berhasil membunuh Ucok. Dan diakhir film, Yuda yang hendak keluar dari tempat tersebut tiba-tiba datang juga kelompok Jepang. Filmpun selesai. Konon kabarnya akan ada seri ketiga yang akan dirilis.
Sebagai film seri kedua maka film ini mempunyai beban yang berat untuk mendapatkan respon positif dari penonton. Kesuksesan seri pertama pasti akan menghantui seri berikutnya dan ekspektasi penonton tentu ingin lebih dari yang pertama. Sayangnya film kedua ini gagal memenuhi harapan itu. Skenario cerita dibuat terlalu melebar sehingga tidak fokus pada misi utamanya yaitu balas dendam pada Bejo, apalagi rentang waktu cerita sampai dua tahun lebih. Seharusnya sesuai dengan misi film ini maka Yuda lah yang membunuh Bejo sambil berkata "masih ingat dengan Andi, dia kakak saya" sambil membunuhnya. Berbeda halnya dengan seri pertama yang fokus pada misi penyerbuan di sebuah gedung dengan rentang waktu cerita beberapa jam saja.
The Raid 2 tidak menampilkan ketegangan dari awal sehingga tidak ada kejutan yang berarti bagi penonton seperti halnya seri pertamanya. Keteganganpun nyaris tidak ada kecuali suara musik yang menjadikannya tegang. Ritme ketegangan yang terjadi secara berkelanjautan dari awal sampai akhir pada seri pertama tidak terjadi pada seri kedua ini.
Sebagian besar adegan perkelahian dan pertarungan tampak kaku dan tidak menunjukkan nilai seninya kecuali pertarungan di dapur antara Yuda dan The Assassin. Masih banyak suara teriakan-teriakan dalam berkelahi yang seharusnya tidak perlu. Secara kualitas masih lebih bagus film silat mandarin atau film action mandarin pada umumnya.
Sayangnya tiga orang aktor Jepang yang dilibatkan dalam film ini tidak melakukan perkelahian atau pertarungan sama sekali padahal digadang-gadang sebelumnya oleh sang sutradara akan seru ala Yakuza. Penampilan Kenichi Endo patut diacungi jempol. Dengan tatapan matanya yang tajam dan raut wajah yang tegang namun diimbangi dengan penampilan yang kalem menunjukkan kepiawaiannya dalam berkarakter sebagai boss Yakuza.
Sayangnya tiga orang aktor Jepang yang dilibatkan dalam film ini tidak melakukan perkelahian atau pertarungan sama sekali padahal digadang-gadang sebelumnya oleh sang sutradara akan seru ala Yakuza. Penampilan Kenichi Endo patut diacungi jempol. Dengan tatapan matanya yang tajam dan raut wajah yang tegang namun diimbangi dengan penampilan yang kalem menunjukkan kepiawaiannya dalam berkarakter sebagai boss Yakuza.
Teknik pengambilan gambar dengan sistem hand carry camera yang membuat seolah-olah kamera mengikuti kita bergerak juga cukup mengganggu karena terlalu banyak digunakan. Seharusnya sang sutradara dapat secara bijak menggunakannya di saat-saat tertentu saja dan tidak berlebihan.
Karakter boss mafia Bangun digarap dengan kurang mendalam seharusnya ditampilkan sosok yang kejam, sadis dan bertangan dingin. Namun sebaliknya sosoknya digambarkan kalem dan sabar serta bijak. Tio Pakusadewo sendiri bermain dengan bagus sesuai dengan karakter tersebut. Iko Uwais bermain kaku dalam hal berdialog dan tak ada ekspresi berarti dalam raut wajahnya. Untuk perkelahiannya sendiri hanya sekedar bak bik buk saja dan tidak ada yang dapat dikenang setelah film usai.
Penampilan Yayan Ruhiyan sendiri terlalu dipaksakan mengingat pada seri pertama memerankan tokoh Mad Dog dan sudah tewas. Sedangkan pada seri kedua ini dihadirkan kembali memerankan tokoh Prakoso. Kemungkinan besar sutradara melibatkan kembali karena berharap akan penampilan aksinya yang memikat namun sayangnya penampilannya terkesan buruk. Pada sesi awal ditampilkan secara garang dan sadis tapi pada sesi berikutnya saat bertemu mantan istrinya dan bertemu Ucok terkesan cemen.
Beberapa hal yang kurang jelas dalam film ini adalah ketika Yuda dikeroyok di dalam taxi ternyata yang mengeroyoknya adalah seorang polisi. Apa maksud dan tujuannya, padahal penonton tahu biang pengeroyokan adalah kelompok Bejo. Pada saat Prakoso dibunuh sedang musim salju padahal sebelum-sebelumnya tidak ada unsur salju sedikitpun. Tentu aneh bukan bila kota Jakarta mempunyai musim salju. Pada saat adegan di club, Prakoso menutup mata dan ketika membuka mata tiba-tiba semua orang di ruangan sudah hilang dengan begitu cepatnya. Ini bukan film horor yang menjadikan segalanya seperti magic bisa menghilang tiba-tiba. Seharusnya dibuat dengan orang berlarian ke arah pintu keluar.
Luka di tangan yang dialami oleh Yuda karena diserang dalam taxi membuatnya terlihat parah di dalam toilet namun seketika bisa berkelahi dengan normal lagi saat menyelamatkan Eka. Demikian juga luka di kaki akibat sabetan clurit kecil saat pertarungan di dapur namun seketika bisa berkelahi normal lagi. Satu hal sepele lagi namun berdampak mengurangi kegagahan Yuda yaitu ketika disuruh telanjang oleh Bangun terlihat perut yang agak gendut dan dada yang tidak bidang dan tidak kekar. Seharusnya hal tersebut bisa disiasati dengan spesial efek seperti dalam film 300 : Rise of an Empire.
Kalau anda belum pernah melihat sebuah sepeda maka akan kagum melihat sepeda untuk pertama kalinya. Berikutnya ketika anda melihat sebuah sepeda lagi tentu kesannya akan biasa saja. Lain halnya bila anda diperlihatkan sebuah sepeda motor yang belum pernah anda lihat pasti anda akan kagum untuk kedua kalinya. Seperti analogi diatas The Raid 2 : Berandal secara keseluruhan tidak memiliki hal yang baru dan nilainya masih dibawah seri pertamanya. Entahlah seri ketiganya apakah perlu ditonton atau tidak...
Belum ada Komentar untuk "The Raid 2 : Berandal"
Posting Komentar