Review Film: 'The Nun' (2018)

Katanya film ini akan menjadi bagian tergelap dalam franchise 'The Conjuring', tapi 'The Nun' bahkan sulit untuk dibilang seram.

“God ends here.”
— Nun
Rating UP:
Penampakan sekilas iblis Valak sungguh menyeramkan di The Conjuring 2. Ini adalah kesimpulan yang bakal anda dapatkan, tak hanya dari menonton The Conjuring 2, melainkan juga dari film solonya yang berjudul The Nun ini. Katanya film ini akan menjadi "bagian tergelap" dalam franchise The Conjuring, tapi The Nun bahkan sulit untuk dibilang seram. Film ini barangkali hanya memanfaatkan citra Valak yang sensasional, dibumbui dengan nuansa Gothic yang kelam, lantas berharap penonton ketakutan. Okesip.


Sebagaimana yang kita ingat, Valak adalah iblis biarawati berjubah hitam dengan kulit pucat, mata kuning bersinar, dan deretan taring tajam yang bisa membuat siapapun tak nyaman bahkan saat penampakannya tanpa konteks sama sekali. The Nun adalah usaha untuk memberikannya konteks yang lebih luas pasca debutnya di The Conjuring 2. Namun bagi yang ingin mendapatkan asal mula Valak yang layak, hmm, lain waktu mungkin. Film ini ada untuk memberikan Valak kesempatan meneror secara repetitif dan se-tak-masuk-akal mungkin.

Yaa mungkin masuk akal di dunia ghoib, sayanya saja yang tak tahu karena memang bukan pakar permistisan.

The Nun membawa kita jauh ke tahun 50-an di pelosok Romania paling terpencil yang membuatnya lebih terasa seperti Abad Pertengahan. Disana berdiri sebuah kastil tua yang dijadikan biara, tentu lengkap dengan lorong-lorong gelap, ruang rahasia, dan artifak mistik. Tak ada warga yang berani kesana, bahkan kuda saja tak kecut untuk melewati jalannya. Tempat yang sudah ditakdirkan menjadi latar tragedi. Dan tentu saja tragedi terjadi; seorang biarawati bunuh diri lewat cara yang mengenaskan, yang kemudian ditemukan oleh seorang pemuda bernama Frenchie (Jonas Bloquet).

Untuk menginvestigasi kasus ini, Vatikan mengutus pendeta Burke (Demian Bichir) bersama dengan biarawati muda bernama Irene. Irene diperankan oleh Taissa Farmiga, yang aslinya merupakan adik dari Vera Farmiga yang memerankan karakter Lorraine dari film-film The Conjuring. Saya tak tahu apakah info ini bakal berguna bagi anda atau tidak. Yang jelas di film ini tidak. Dan yang menjadi pemandu mereka disana adalah Frenchie, tentu saja, karena ia bisa ngelawak dikit. Walaupun garing. Seperti saya.

Maka kemudian masuklah kita ke dalam cerita film, dan film ini lalu menyuguhkan hal-hal yang selalu membuat lobang hidung saya berkedut setiap kali menonton film horor yang seperti ini. Kenapa karakter-karakter kita selow saja saat memasuki tempat yang sudah jelas-jelas seramnya? Kenapa mereka suka berjalan mengendap-endap sendirian di kegelapan? Kenapa saat ada suara mencurigakan, mereka malah mendekati sumbernya? Kenapa di momen-momen krusial mereka malah berpencar? Kenapa saat ada seorang bocah halu yang tiba-tiba berlarian dari balik pintu, hal paling cerdas yang mereka pikir harus dilakukan adalah mengejar bocah tersebut? Mereka barangkali belum pernah menonton film horor.

Oh, dan metode standar film horor kekinian dimana karakter kita berjalan di tempat gelap dengan perlahan lalu ujug-ujug... "BOOOOM, ADA SETAN!!"? Eksekusinya sangat predictable. Semakin hoamm saat kita sering mendapatkannya disini tanpa logika naratif yang jelas. Saya curiga Valak terlalu sering menonton film horor, seiring dengan teknik menakutinya yang sangat familiar, mulai dari memutar salib sampai terbalik, memunculkan tangan dari tempat gelap, atau... menyalakan radio!

Konsep film horor memang rata-rata konyol, tapi film horor yang bagus biasanya membuat saya tak menyadari hal-hal tersebut. The Nun membuat lobang hidung saya berkedut hebat, satu-satunya alasan yang membuat saya tak tertidur saat menontonnya. Karakter kita adalah karakter yang menjemukan. Bichir dan Farmiga diberi latar belakang yang relatif menarik, tapi tugas mereka disini sebagian besar hanyalah menanggapi hal-hal supranatural yang terjadi di sekitar mereka. Dua film The Conjuring membuat kita tegang bukan saja karena aspek horornya melainkan juga karena bagaimana kita yang peduli terhadap apa yang akan terjadi pada karakternya.

Saya kira film ini bermaksud untuk menjadi film horor yang serius, barangkali jadi The Exorcist KW-1. Sebab, tema utamanya sendiri adalah soal keimanan. Bagaimana menemukan keteguhan saat berdoa saja tak cukup untuk mengusir iblis. Namun, perjalanan karakternya tak pernah terjewantahkan sepenuhnya. Yang kita dapatkan hanyalah teror klise yang repetitif. Kenapa pendeta Burke diceritakan pernah gagal mengeksorsisme seorang bocah? Biar dia bisa diteror oleh kegagalan tersebut. Yang lebih canggung adalah bagaimana skrip dari Gary Dauberman yang pernah menulis It dan dua film Annabelle, menghadirkan beberapa momen campy seperti Frenchie yang nekat membawa salib kuburan biar aman dari gangguan setan. Tahukah anda konflik puncak akan melibatkan darah Yesus? Maksud saya, sang Yesus Kristus?

Ini terasa sedikit ganjil dengan kinerja sutradara Corin Hardy yang berhasil mendatangkan estetika dingin dengan atmosfer moody. Ada pula beberapa set-pieces menarik, terutama menjelang dan di bagian klimaks yang barangkali akan lebih greget jika berada di film yang lebih tepat. Pada akhirnya, kita tak tahu persis apa sebetulnya maksud film ini atau apa pula maksud si Valak. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

The Nun

96 menit
Remaja
Corin Hardy
Gary Dauberman
Peter Safran, James Wan
Maxime Alexandre
Abel Korzeniowski

Belum ada Komentar untuk "Review Film: 'The Nun' (2018)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel