REVIEW : THREAD OF LIES


“Dalam hidup, kamu akan mengalami saat dimana kamu lebih ingin mencurahkan isi hati kepada orang asing daripada keluarga. Karena orang asing tidak perlu menjaga rahasiamu.” 

Pada bulan Maret silam, Netflix melepas sebuah serial bertajuk 13 Reasons Why yang didasarkan pada novel remaja laris berjudul serupa. Serial berjumlah 13 episode tersebut menjadi suatu fenomena tersendiri di kuartal pertama tahun ini lantaran keberaniannya mengeksplorasi tema-tema sensitif dalam kehidupan remaja; bullying, depresi, dan bunuh diri. Elemen misteri yang dibubuhkan ke alunan penceritaannya memberi candu bagi penonton untuk terus mencari tahu “apa sih yang sesungguhnya terjadi disini?” sekalipun bahan obrolannya terbilang berat – saya sendiri menuntaskannya hanya dalam 3 hari. Selepas menontonnya, saya tidak saja menggali informasi terkait perisakan tetapi juga mencari film bertema sejenis. Nah, apabila kamu seperti saya dan berharap bisa menjumpai film yang senada seirama, rupa-rupanya perfilman Korea Selatan telah memiliki sebuah tontonan sangat apik yang memperbincangkan perihal perisakan dan bunuh diri di kalangan remaja usia belasan semenjak tahun 2014 berjudul Thread of Lies. Disadur pula dari sebuah novel, film arahan Lee Han (Punch) ini menghamparkan potret kelam dari Negeri Gingseng yang memang dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia berdasarkan data dari hasil penelitian World Health Organization. 

Karakter utama dalam Thread of Lies adalah seorang janda bernama Hyun-sook (Kim Hee-ae) dan kedua putrinya, Man-ji (Go Ah-sung) dan Cheon-ji (Kim Hyang-gi), yang masing-masing masih berstatus sebagai pelajar sekolah menengah. Dari tampak luar, mengesampingkan absennya figur seorang ayah, keluarga kecil ini tampak seperti keluarga normal lainnya. Menjalani hari demi hari dengan rutinitas yang begitu-begitu saja, kalaupun ada cekcok tentu wajar-wajar saja. Menganggap satu sama lain tidak mempunyai masalah, alangkah terkejutnya Hyun-sook dan Man-ji saat mendapati si bungsu Cheon-ji mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar. Yang makin menyesakkan, Cheon-ji tak meninggalkan surat perpisahan sehingga kematiannya pun meninggalkan tanda tanya besar bagi keluarganya. Apa masalah yang dihadapi oleh Cheon-ji sampai-sampai dia nekat mengambil jalan pintas semacam ini? Pertanyaan ini terus berkecamuk dalam pikiran Man-ji yang kemudian memutuskan mencari kebenaran dibalik kematian sang adik selepas dia dan ibunya pindah apartemen. Langkah awal yang diambilnya yakni mendekati teman baik Cheon-ji, Hwa-yeon (Kim Yoo-jung), yang ternyata memiliki kontribusi cukup besar terhadap kematian Cheon-ji. Penyelidikan kecil-kecilan yang dilakukan Man-ji ini lantas mengungkap satu demi satu rahasia dan kebohongan yang selama ini disimpan rapat oleh Cheon-ji beserta orang-orang di sekitarnya. 

Selaiknya 13 Reasons Why, ketertarikan awal untuk mengikuti guliran pengisahan Thread of Lies bersumber dari misteri kematian si karakter sentral. Kita mempertanyakan motivasinya: kenapa dia akhirnya memutuskan untuk bunuh diri sementara tidak ada yang salah dari keluarga dan teman-temannya? Jika serial milik Netflix tersebut mengajak pemirsa mengikuti perjalanan sang sahabat dekat dalam membongkar misteri, maka film garapan Lee Han ini membawa penonton mengikuti Man-ji dalam mengurai benang-benang yang melilit kematian sang adik. Pemaparan kebenarannya mempergunakan teknik senada, kilas balik ke masa-masa si korban masih menghembuskan nafas. Usai berbincang-bincang sekejap bersama Hwa-yeon yang merupakan salah satu siswi tercantik dan terpopuler di sekolah Cheon-ji, baik Man-ji maupun penonton telah mencium bau anyir dibalik perangainya yang tampak lembut dan sopan. Benar saja, kala si pembuat film melempar latar waktu ke beberapa hari belakang, kita mendapati bahwa Hwa-yeon adalah perwujudan nyata dari perumpaan ‘serigala berbulu domba’. Dia tidak menerapkan kekerasan selama merisak Cheon-ji, melainkan mengajak kawan-kawan sekelas untuk mengesklusi secara sosial si gadis malang ini sehingga dia tidak memiliki teman untuk berbagi atau sekadar diajak bermain di sekolah. Salah satu adegan paling menyesakkan dada dalam Thread of Lies adalah ketika teman-teman sekelas Cheon-ji menggunjingkannya melalui aplikasi perpesanan di pesta ulang tahun Hwa-yeon.


Pertanyaan lain kemudian muncul, apakah Hwa-yeon adalah satu-satunya alasan bagi Cheon-ji untuk mengakhiri hidupnya? Seiring berjalannya durasi, kebenaran-kebenaran lain turut tersingkap yang memberikan kejutan kepada Man-ji (juga penonton). Menariknya, ketimbang menghakimi korban atau si pelaku bullying, Lee Han memberi kita pehamahaman bahwa ada sebab akibat dibalik setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap karakter. Kita memang dikondisikan untuk bersimpati kepada Cheon-ji berikut keluarganya, tetapi kita tidak serta merta antipati kepada Hwa-yeon karena dia memiliki alasannya sendiri mengapa memilih Cheon-ji sebagai target bulan-bulanannya. Bahkan sejatinya, Cheon-ji, Man-ji, serta Hyun-sook bukan sepenuhnya karakter putih bersih yang tiada memiliki cela barang sedikitpun. Inilah salah satu faktor yang membuat Thread of Lies terasa mengikat pula dekat lantaran barisan tokohnya dapat kita jumpai dengan mudah dalam sosok di sekitar kita. Terasa begitu nyata. Ada seseorang yang memilih menghempaskan dukanya dengan melampiaskannya kepada orang lain seperti Hwa-yeon, ada pula yang memilih untuk meredamnya dengan sangat keras sehingga berujung pada depresi tak tampak seperti Cheon-ji. Bukan sebatas film melodrama yang mengajak penontonnya untuk bertangis-tangisan, Thread of Lies turut meminta kepada penonton untuk lebih peka terhadap kondisi sekitar, utamanya keluarga dan sahabat, demi menghindari lahirnya Cheon-ji maupun Hwa-yeon lain. 

Menilik bahan obrolannya yang tergolong serius, mudah untuk mengira Thread of Lies bakal melantunkan pengisahannya dengan nada penceritaan yang bermuram durja. Menginjak paruh akhir – well, sebetulnya pola ini bisa pula kamu jumpai di sebagian besar film drama asal Korea Selatan – film memang akan membuat matamu bengkak tatkala mengupas semakin dalam kisah hidup tragis si protagonis. Tapi yang tak terbayang sebelumnya, canda tawa turut menghiasi beberapa titik. Ini diawali dari upaya Hyun-sook untuk membina kehidupan normal kembali bersama Man-ji di tempat tinggal baru mereka selepas diguncang tragedi. Interaksi keduanya, ditambah kehadiran tetangga baru yang nyentrik, Choo Sang-bak (Yoo Ah-in), kerap mengundang derai tawa yang mencairkan suasana. Kemampuan film untuk mempermainkan emosi penontonnya – entah itu tertawa, prihatin, marah sampai sesenggukkan – sedemikian rupa merupakan hasil dari kombinasi antara pengarahan baik sekali, naskah bernas, musik menyayat hati, serta performa jempolan barisan pelakonnya. Ya, setiap pelakon dalam Thread of Lies mempersembahkan akting di level meyakinkan sampai-sampai kita tidak keberatan sama sekali untuk menyematkan simpati kepada mereka. Yang paling mencuri perhatian yakni Kim Hee-ae sebagai seorang ibu yang menyimpan banyak duka lara dibalik tebaran senyumannya dan Kim Hyang-gi yang air mukanya sudah cukup untuk membuat kita berlinang air mata tanpa perlu baginya mengucap sepatah katapun.

Outstanding (4/5)


Belum ada Komentar untuk "REVIEW : THREAD OF LIES"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel